top of page

Arbitrase sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa: Mendalami Proses, Manfaat, dan Peranannya di Luar Pengadilan

ree
Written By : Arianti Agustina

Arbitrase merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution/ADR) yang dilakukan di luar jalur pengadilan dan semakin banyak digunakan dalam berbagai bidang, terutama dalam dunia bisnis, perdagangan internasional, investasi, konstruksi, serta hubungan hukum yang bersifat perdata lainnya. Mekanisme arbitrase memungkinkan para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan masalah mereka melalui suatu forum yang bersifat privat dan berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam arbitrase, para pihak secara sukarela menyerahkan penyelesaian sengketa kepada arbiter atau majelis arbitrase yang netral dan independen. Keputusan atau putusan arbitrase bersifat final dan mengikat (final and binding), yang artinya para pihak terikat untuk menaati putusan tersebut tanpa adanya upaya banding seperti dalam sistem peradilan umum. Hal ini memberikan keunggulan tersendiri karena mempercepat proses penyelesaian sengketa dan menghindari birokrasi peradilan yang sering kali memakan waktu dan biaya yang besar. Arbitrase juga menjamin kerahasiaan sengketa yang sedang berjalan, karena prosesnya tidak terbuka untuk umum, berbeda dengan sidang pengadilan yang umumnya bersifat publik. Faktor kerahasiaan ini sangat penting bagi perusahaan atau pihak-pihak yang ingin menjaga citra serta rahasia bisnis mereka (Kurnia & Yasarman, 2024).

Dalam praktiknya, pelaksanaan arbitrase diatur secara legal dan institusional. Di Indonesia, dasar hukum pelaksanaan arbitrase terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang memberikan legitimasi penuh atas keberadaan dan kekuatan eksekutorial dari putusan arbitrase. UU ini mengatur dengan rinci mengenai prosedur pelaksanaan arbitrase, mulai dari klausul arbitrase dalam kontrak, pembentukan majelis arbitrase, proses pemanggilan pihak, pemeriksaan perkara, sampai pada pelaksanaan putusan arbitrase yang dapat dimintakan penetapan eksekusi di pengadilan negeri. Terdapat pula lembaga-lembaga arbitrase resmi yang telah diakui, seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), serta lembaga-lembaga arbitrase internasional seperti International Chamber of Commerce (ICC), Singapore International Arbitration Centre (SIAC), dan lain-lain. Pemilihan lembaga arbitrase ini bisa berdasarkan kesepakatan kontrak awal atau negosiasi ulang pasca sengketa timbul (Mangei, 2020). Dalam hal ini, kontrak atau perjanjian yang mencantumkan klausul arbitrase menjadi sangat penting sebagai landasan formal untuk membawa sengketa ke ranah arbitrase. Jika klausul ini tidak ada, maka kedua pihak harus setuju kembali untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase.

Namun demikian, meskipun arbitrase menawarkan berbagai kelebihan, masih ada tantangan dan keterbatasan yang perlu diperhatikan. Salah satu tantangan utama adalah biaya yang relatif tinggi, terutama jika sengketa diselesaikan melalui lembaga arbitrase internasional dengan menggunakan arbiter asing. Selain itu, meskipun putusan arbitrase bersifat final dan mengikat, pelaksanaan eksekusinya di negara tempat pihak yang kalah berada bisa menjadi rumit jika tidak ada kerja sama internasional atau jika negara tersebut tidak tergabung dalam Konvensi New York 1958 yang mengatur pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing. Selain itu, tidak semua jenis sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase—sengketa pidana, perdata yang berkaitan dengan status personal (seperti perceraian), atau sengketa yang menyangkut kepentingan publik umumnya tetap harus diselesaikan melalui pengadilan. Oleh karena itu, meskipun arbitrase merupakan solusi efektif bagi banyak sengketa, penggunaannya tetap memerlukan pertimbangan yang matang terkait sifat sengketa, kemampuan para pihak, dan konteks hukum yang berlaku. Pemahaman mendalam tentang prosedur dan prinsip-prinsip arbitrase sangat penting agar mekanisme ini benar-benar memberikan manfaat sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang efisien, adil, dan bermartabat.


DAFTAR PUSTAKA
 
  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Assegaf, A. (2013). Hukum Arbitrase Komersial Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
  • Boer, R. (2018). Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar Grafika.
  • Widyawati, M. (2021). “Perbandingan Arbitrase Nasional dan Internasional dalam Konteks Hukum Indonesia.” Jurnal Rechts Vinding, 10(1), 89–101. https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v10i1.1234
  • Kurnia, R., & Yasarman, Y. (2024). Kekuatan Hukum Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (Bani) Dan Sistem Arbitrase Di Masa Depan. IBLAM Law Review, 4(3), 303-315.
  • Mangei, R. B. (2020). Penyelesaian Sengketa Melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Lex Privatum, 8(3).

Comments


LOGO putih.png
Jl. Raya Palembang - Prabumulih KM. 32, Indralaya Utara Kab. Ogan Ilir,
Sumatera Selatan 30662   |   alsalcunsri@gmail.com   |  +6282175949941

Copyright © 2024 Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Sriwijaya

Organized by ICT Officers ALSA LC Unsri    |   All Rights Reserved. All Systems Operational.

bottom of page