top of page

Disclosure of Reports of the Financial Transaction Reports

Disclosure of Reports of the Financial Transaction Reports and Analysis Center by Public Officials Quo Vadis State Policy



English version

Law Number 8 of 2010 concerning the Prevention and Eradication of Money Laundering Crimes (after this referred to as the TPPU Law) states that the analysis function owned by the Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (after this referred to as PPATK) has an output in the form of reports in the form of intelligence products. In fact, intelligence products are products that have secrecy that not just anyone knows about, Prof. Mahfud MD as the Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) recently revealed the results of PPATK's analysis to the general public which caused a commotion among the public with suspicions of suspicious transactions amounting to 349 Trillion Rupiah within the ministry of finance. If PPATK's analysis results are considered as intelligence reports, does Mahfud MD, in this case as a public official, violate state policy?


Mahfud MD and the Head of PPATK revealed that suspicious transactions within the Ministry of Finance had caused unrest and conflict in the community. The nature of PPATK's intelligence reports can be considered special because in terms of law enforcement in ML cases, the results of PPATK's analysis can be given to investigators as initial instructions for ML investigations. In the end, the public can access the results of PPATK's analysis.


The question is whether the disclosure of information by public officials violates government policy, in this case, the TPPU Law. The answer is no, because the provisions in the TPPU Law have stated in expressive verbs in Article 11 paragraph (3) of the TPPU Law that the provisions referred to in paragraph (1) do not apply to PPATK officials or employees, investigators, public prosecutors and judges if carried out in to fulfill obligations following the provisions of laws and regulations. Disclosure of the results of the analysis conducted by Mahfud MD is not a form of violation of the law but is a form of law enforcement in the ML case.


Indeed, if Mahfud MD's statement states that he must report suspicious transactions within the Ministry of Finance, this is because the nature of the transactions are aggregate. This means that aggregate transactions are closed transactions that do not provide identity or accounts, but money continues to flow. This will trigger inflation in the financial sector of a country. Despite the TPPU Law and PPATK being formed as a response to the massive ML that occurred in Indonesia, besides that these two instruments were formed to function as prevention and eradication of ML, which is detrimental to the state in the financial sector and will slow down the achievement of the nation's ideals.



Pembeberan Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan oleh Pejabat Publik Quo Vadis Kebijakan Negara


Indonesia version

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU TPPU) yang menyatakan bahwa fungsi analisis yang dimiliki oleh pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (selanjutnya disebut PPATK) memiliki luaran berupa laporan yang berupa produk intelijen. Sejatinya produk intelijen merupakan produk yang memiliki kerahasiaan yang tidak sembarang orang mengetahuinya, Prof. Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) baru baru ini membeberkan hasil analisis PPATK ke tengah khalayak umum yang membuat geger masyarakat dengan dugaan transaksi mencurigakan sejumlah 349 Triliun Rupiah di lingkup kementerian keuangan. Sejatinya bila hasil analisis PPATK dianggap sebagai laporan intelijen apakah Mahfud MD dalam hal ini sebagai pejabat publik melanggar kebijakan negara.


Dugaan transaksi mencurigakan dalam lingkup kemenkeu yang di beberkan oleh Mahfud MD dan kepala PPATK menimbulkan kisruh dan konflik di masyarakat. Sifat laporan intelijen PPATK dapat dikatakan bersifat istimewa karena dalam hal penegakan hukum kasus TPPU hasil analisis PPATK dapat diberikan kepada penyidik sebagai petunjuk awal penyidikan TPPU. Pada akhirnya hasil analisis PPATK dapat diakses secara publik.


Pertanyaannya adalah dalam hal pembeberan informasi oleh pejabat publik apakah melanggar kebijakan pemerintah dalam hal ini UU TPPU. Jawabannya adalah tidak, karena pengaturan dalam UU TPPU telah menyatakan secara expressive verbis dalam pasal 11 ayat (3) UU TPPU adalah Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembeberan hasil analisis yang dilakukan oleh Mahfud MD bukanlah bentuk dari pelanggaran hukum namun merupakan bentuk penegakan hukum perkara TPPU.


Tentunya bila berkiprah ungkapan Mahfud MD yang menyatakan untuk menyampaikan dugaan transaksi mencurigakan di lingkup kemenkeu, adalah dikarenakan sifat dari transaksi yang terjadi ini adalah transaksi agregat. Artinya transaksi agregat merupakan transaksi yang tertutup dan tidak memberikan identitas, akun, namun uang tersebut terus berjalan hal ini akan memicu inflasi dalam sektor keuangan di sebuah negara. Padahal sejatinya UU TPPU dan PPATK dibentuk adalah sebagai bentuk respon atas masifnya TPPU yang terjadi di Indonesia, disamping itu kedua instrument ini dibentuk agar berfungsi sebagai pencegahan dan pemberantasan TPPU yang merugikan negara dalam sektor keuangan dan akan memperlambat tercapainya cita-cita bangsa.

0 comments
bottom of page