top of page

Legal Perspective on the Case of "Sumpah Pocong"

Legal Perspective on the Case of "Sumpah Pocong" based on Not Accepting the Allegation of Obscenity of an Underage Child in Palembang



English version

The criminal act of molestation is one of the crimes where most victims are children. Sexual abuse is an act that is very troubling to society and it can occur among those who have close family or personal relationships with victims of child abuse. This can have a psychological impact on the growth and development of children, because the incident can certainly cause deep trauma for victims of abuse.


One of the cases of sexual abuse of minors that occurred in Palembang shocked locals because of the "Sumpah Pocong" committed on Thursday, 18 May 2023. The suspect carried out this action so that he would not be blamed for the crime of sexual abuse he was accused of. Initially, the victim's father had reported cases of sexual violence that his son had experienced since June 16, 2022. The victim's father came to the South Sumatra Police after his son admitted that he had been the victim of rape by his neighbor. During the examination process, the victim's father explained that the suspect had sent people to ask for peace from the parents of the victim's child. This action is one of the proofs that the suspect admits to what he did.


In the indictment act of sexual abuse of the child, the suspect RA (40 years) was declared to have violated the child protection article contained in Law No. 35 of 2014 with the threat of criminal sanctions in the form of imprisonment for a minimum of 5 (five) years and a maximum of 15 (fifteen) years, and a maximum fine of Rp. 5,000,000,000.- (five billion rupiah). Previously, the suspect was arrested by the police while walking and wearing a pocong costume on the side of the road from the Ampera Bridge to the South Sumatra Prosecutor's office.


The criminal act of molestation of children also includes actions that violate human rights and can harm human dignity. Therefore, the role of the government and society is needed to instill the value that victims' children must be protected by providing guarantees in the form of safety for victims and witnesses, both physically, mentally, and socially. Protecting the human rights of children who have become victims of violence must provide justice for children to influence growth and improve the psychology of victims of violence against children. Thus, acts of violence and obscenity can be minimized to provide a sense of safety for the nation's generation.


Therefore, the Sumpah Pocong is considered inconsistent from a legal perspective and cannot resolve the problems. The crime of obscenity can be minimized by carrying out pre-emptive actions that instill good values/norms so that these norms are internalized within a person, even if there is an opportunity to commit a crime/violation. However, there is no intention to commit a crime/violation. In addition, countermeasures can also be carried out through preventive actions that aim to prevent, reduce and eliminate crime. In this effort, the emphasis is on eliminating the opportunity to commit a crime.



Perspektif Hukum Kasus “Sumpah Pocong” atas Dasar Tidak Terima Tuduhan Pencabulan Anak Dibawah Umur di Palembang


Indonesia version

Kejahatan berupa pencabulan menjadi salah satu tindak pidana yang kebanyakan korbannya masih anak-anak. Pencabulan adalah Perbuatan yang sangat meresahkan masyarakat dan hal tersebut dapat terjadi di antara mereka yang memiliki hubungan keluarga atau pribadi yang dekat dengan korban pelecehan anak. Hal ini dapat memiliki dampak psikologis pada pertumbuhan dan perkembangan anak, karena peristiwa itu tentu dapat menyebabkan trauma yang mendalam bagi korban pencabulan


Salah satu kasus pencabulan anak dibawah umur terjadi di Palembang sempat menghebohkan warga karena “sumpah pocong” yang dilakukan pada Kamis, 18 Mei 2023. Tindakan tersebut dilakukan oleh tersangka agar ia tidak disalahkan atas tindak pidana pencabulan yang dituduhkan kepadanya. Awalnya ayah korban telah melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialami anaknya sejak 16 Juni 2022 lalu. Ayah korban mendatangi Polda Sumsel usai anaknya mengaku telah menjadi korban pemerkosaan oleh tetangganya. Selama proses pemeriksaan, ayah korban menjelaskan jika tersangka telah mengutus orang untuk meminta damai kepada orang tua anak korban. Tindakan tersebut menjadi salah satu bukti jika tersangka mengakui perbuatan yang dilakukannya.


Dalam dakwaan tindakan Pencabulan terhadap anak tersebut, Tersangka RA (40 Tahun) dinyatakan melanggar pasal perlindungan anak yang tercantum di dalam UU No. 35 tahun 2014 dengan ancaman sanksi pidana berupa penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahu, dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). Sebelumnya, Tersangka sendiri ditangkap polisi saat sedang jalan kaki dan berkostum pocong di pinggir jalan dari Jembatan Ampera menuju ke kantor Kejati Sumsel.


Tindak pidana pencabulan pada anak juga termasuk perbuatan melanggar hak asasi manusia serta dapat merusak martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, peran dari pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan guna menanamkan nilai bahwasanya anak yang menjadi korban harus dilindungi dengan pemberian atas jaminan berupa keselamatan terhadap korban dan saksi korban, baik secara fisik, mental, maupun secara sosial. Adanya perlindungan terhadap hak asasi anak yang telah menjadi korban kekerasan haruslah memberikan keadilan bagi anak guna mempengaruhi pertumbuhan serta memperbaiki psikologis terhadap korban kekerasan pada anak. Dengan demikian, tindak kekerasan dan pencabulan dapat diminimalisir sehingga dapat memberikan rasa aman pada generasi bangsa.


Maka dari itu, sumpah pocong dinilai tidak sejalan dari segi hukum dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Kejahatan pencabulan dapat diminimalisir dengan cara melakukan tindakan Pre-emtif yang menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma tersebut terintralisasi dalam diri seseorang, meskipun jika ada kesempatan untuk melakukan tindakan kejahatan/pelanggaran tapi tidak ada niatnya untuk melakukankejahatan/pelanggaran. Selain itu juga dapat dilakukan penanggulangan melalui tindakan preventif yang bertujuan untuk dapat mencegah, mengurangi dan menghapuskan kejahatan. Dalam upaya tersebut yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.


Sumber Hukum

Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.


Referensi

  1. Agus Rahmat. Sadam Maulana. 2023. Pria di Palembang Sumpah Pocong Karena Tak Terima dituduh Lakukan Pencabulan Anak. (https://www.viva.co.id/berita/nasional/1601407-pria-di-palembang-sumpah-pocong-karena-tak-terima-dituduh-lakukan-pencabulan-anak)

  2. Choirunnisa, Chaja. 2020. Sumpah Pocong dalam Perspektif Hukum Islam. (Dalam jurnal https://Jurnalfsh.uinsby.ac.id)

  3. Prima Syahbana, 2023. Rian Tersangka Pencabulan ‘Sumpah Pocong’ Resmi Ditahan. (https://www.detik.com/sumbagsel/hukum-dan-kriminal/d-6739891/rian-tersangka-pencabulan-sumpah-pocong-resmi-ditahan)

0 comments
bottom of page