Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
- ICT ALSA LC Unsri
- Sep 11
- 2 min read

Written By : Zhafira Naifah Anidania
Alternatif penyelesaian sengketa atau APS merupakan upaya penyelesaian sengketa yang dikenal dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Dalam Pasal 1 ayat 10 disebutkan ada lima cara salah satunya ialah Mediasi yang diperkuat melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Mediasi (mediation), yakni proses penyelesaian sengketa melalui perundingan atau sistem kompromi (compromise) di antara para pihak dengan bantuan mediator sebagai penolong (helper) dan fasilitator.
Secara umum, mediasi dapat dikarakterisasi sebagai proses penyelesaian masalah yang menekankan pada musyawarah, sukarela, dan partisipatif. Mediator berfungsi sebagai fasilitator yang membantu para pihak menemukan titik temu, namun tidak memiliki kewenangan untuk memutus perkara. Dengan demikian, mediasi menempatkan penyelesaian sengketa sebagai proses dialog yang mengutamakan keadilan dan menjaga hubungan baik antar pihak.
Dalam perkembangan teori dan praktik, mediasi dikenal memiliki beberapa prinsip utama yang menjadi dasar pelaksanaanya meliputi:
Sukarela, para pihak bebas menentukan apakah akan menempuh mediasi.
Kerahasiaan, segala hal yang dibicarakan tidak boleh diungkapkan ke pihak luar maupun digunakan sebagai bahan dalam proses hukum lainnya.
Netralitas Mediator, mediator wajib bersikap imparsial dan tidak memihak.
Win-Win Solution, hasil diupayakan menguntungkan kedua belah pihak.
Proses Lebih Cepat atau expedited procedure, dalam arti prosedurnya cepat, tidak formalitas dan tidak teknikal.
Mengenai tahapan mediasi, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 menjelaskan tahapan mediasi dapat digambarkan dengan:
Permohonan mediasi, diajukan oleh salah satu atau kedua belah pihak.
Penunjukan mediator, dilakukan melalui daftar resmi mediator, kemudian dituangkan dalam berita acara.
Pemeriksaan berkas, mediator mempelajari kasus, membuat resume kasus, dan memilah-milah pekerjaan yang akan dilakukan.
Pertemuan awal, mediator memperkenalkan diri dan pengalaman singkat mediasi: sekaligus membuat aturan main (rules) dalam proses mediasi.
Pertemuan mediator untuk mengeksplorasi masalah dengan cara pertemuan terpisah masing-masing pihak.
Mediator memfasilitasi opsi penyelesaian dan mengarahkan ke solusi damai dalam dialog perundingan.
Kesepakatan atau akta perdamaian, apabila tercapai kesepakatan dituangkan dalam dokumen tertulis yang mengikat secara hukum.
Dalam Pasal 4 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2016 ditentukan bahwa semua perkara yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaiannya melalui perdamaian dengan bantuan seorang mediator. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa melalui mediasi patut terus didorong dan dikembangkan, sebab cara-cara penyelesaian sengketa secara damai seperti negosiasi, mediasi, maupun konsiliasi telah lama dikenal dalam sistem hukum Indonesia serta dinilai penting untuk dilaksanakan dengan baik.
Referensi :
Perundang-undangan:
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Aarbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Jurnal:
Amriani, N. (2005). Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Lempoi, G. (2020). Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Para Pihak Di Pengadilan Negeri Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016. Lex Privatum, 8(1).
Buku:
Yahya Harahap, S.H. 2004. Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan,Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta.

Comments