top of page

Pengaturan Persidangan In Absentia terhadap Tersangka dan/atau Terdakwa yang Tidak Menghadiri Penyidikan dalam KUHAP

ree

Written By : Athirah Zahrah Alfirda

Istilah in absentia berakar dari bahasa Latin in absentia atau absentium yang dipahami sebagai “keadaan ketika seseorang tidak hadir pada saat kehadirannya diwajibkan.” Pengaturan mengenai mekanisme tersebut dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang dikenal baik sebagai KUHAP, bersifat terbatas, karena ketentuan yang tersedia hanya diatur secara parsial pada Pasal 196 dan Pasal 214 KUHAP.
  • Pasal 196 KUHAP memberikan dasar bagi hakim untuk melanjutkan pemeriksaan apabila terdakwa telah dipanggil secara sah tetapi tetap tidak datang, sedangkan
  • Pasal 214 KUHAP mempertegas ruang penerapannya pada keadaan tertentu, terutama ketika kelanjutan proses persidangan diperlukan dan ketidakhadiran terdakwa tidak didukung alasan yang dibenarkan.

Keterbatasan pengaturan ini menegaskan bahwa in absentia tidak berdiri sebagai format pelaksanaan yang dirumuskan secara penuh dalam KUHAP, melainkan pengecualian yang hanya dapat diberlakukan dalam pengaturan yang bersifat restriktif guna memastikan kepastian hukum serta mencegah penggunaan pelampauan kewenangan dalam penanganan perkara oleh aparat penegak hukum.

KUHAP membebankan kewajiban pemanggilan sebanyak dua kali dalam tenggang waktu yang ditentukan. Jika  tetap tidak hadir tanpa alasan pembenar, penyidik berwenang menetapkannya dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), yang secara yuridis menunjukkan bahwa penyidik telah menempuh seluruh upaya untuk menghadirkan tersangka. Dalam kelanjutannya, rangkaian tindakan investigatif tetap dapat dilanjutkan melalui pemeriksaan saksi dan ahli, penyitaan barang bukti, pengkajian berkas perkara, serta penilaian alat bukti elektronik sepanjang upaya-upaya tersebut menaati prosedur hukum. Bahkan meskipun tersangka tidak hadir, penyidik tetap berkewajiban menjaga perlindungan hak tersangka, termasuk melalui jalinan komunikasi pada pihak keluarga, pemberian akses penasihat hukum, ataupun penunjukan penasihat hukum oleh negara sebagai bagian dari upaya memastikan bahwa proses pembuktian tetap berjalan tanpa mengorbankan asas due process of law.

Namun, peradilan in absentia berpotensi membatasi hak terdakwa atas pembelaan langsung, pemeriksaan saksi, dan prinsip audi et alteram partem (mendengar kedua belah pihak), meskipun diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan mangkir sengaja. Melihat adanya potensi dampak pemeriksaan dan pemidanaan tanpa kehadiran terdakwa, hukum memberikan jaminan hak upaya hukum. Putusan in absentia tidak menghapus hak terdakwa atau terpidana untuk mengajukan banding (Pasal 233 ayat (1) jo. Pasal 67 KUHAP), kasasi (Pasal 244–258), maupun peninjauan kembali atas putusan yang telah inkracht (Pasal 263–269). Mekanisme ini memastikan bahwa meskipun seseorang tidak hadir dalam proses persidangan, ia tetap memiliki ruang untuk membela diri ketika kembali hadir di hadapan hukum. Dengan demikian, in absentia bukanlah peniadaan hak, melainkan instrumen yuridis yang tetap tunduk pada prinsip keadilan prosedural.

Penerapan in absentia pada tahap penyidikan maupun persidangan sangat dipengaruhi kondisi dan budaya hukum nasional yang masih formalistik. Masyarakat kerap menganggap kehadiran fisik tersangka sebagai syarat mutlak keabsahan proses hukum, sehingga pemidanaan tanpa kehadiran terdakwa sering disalahpahami sebagai bentuk ketidakadilan. Padahal, mekanisme in absentia dikenal dalam sistem peradilan positif sepanjang dijalankan secara cermat dan sesuai hukum. Dalam perkara yang melibatkan figur berpengaruh, proses tanpa kehadiran pihak yang diperiksa juga rentan dipolitisasi, sehingga menuntut penguatan independensi penegakan hukum. Kondisi ini menegaskan perlunya menata kembali posisi in absentia dalam pembaruan hukum acara pidana Indonesia.

Pada 18 November 2025, Rancangan Undang-Undang KUHAP resmi disahkan menjadi undang-undang dan akan mulai berlaku efektif pada 2 Januari 2026 bersamaan dengan diberlakukannya KUHP baru. Namun, mekanisme in absentia justru tidak diatur secara eksplisit dalam RUU tersebut, sehingga landasan kelolanya tetap bergantung pada pengaturan dalam KUHAP lama serta ketentuan sektoral lain. Ketiadaan kerangka ini menjadi penting dicermati mengingat eskalasi perkara dengan tersangka berstatus DPO pada 2024–2025, yang mengharuskan seluruh proses hukum tetap berlangsung demi kepentingan nasional. Reformasi KUHAP yang memperbesar ruang tindakan proaktif aparat penegak hukum belum diikuti dengan kejelasan mengenai tata cara pemeriksaan in absentia, yang pada akhirnya mempertanyakan keseimbangan yang hendak dijaga antara antara efektivitas penegakan hukum dan pemenuhan hak pembelaan. Oleh karena itu, pembaruan pemahaman mengenai ruang lingkup in absentia dalam KUHAP menjadi ruang evaluasi yang diperlukan, tidak dimaksudkan sebagai pembenaran bagi pelebaran kewenangan di luar ketentuan yang berlaku, tetapi untuk memastikan bahwa pembaruan sistem peradilan pidana berjalan tanpa menyisakan celah kekosongan hukum ketika negara berhadapan dengan pihak yang menghindari proses peradilan.




DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan:
  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Jurnal:
  1. Kanha, Agdanida Salsabila Wira Trisya, Nabiil Ikbaar Maulana, Qian Hardjalona Arbikusumo, dan Afif Nafis Murtadha."Eksekusi atas Persidangan In Absentia pada Perkara Korupsi oleh Terdakwa DPO dalam Pengembalian Kerugian Negara." UNES Law Review 7, no. 1 (2024). https://doi.org/10.31933/unesrev.v7i1.2293.
  2. Novita, Rini. “Peradilan in absensia dalam kaitannya dengan perlindungan hak asasi terdakwa.” Jurnal Hukum Kaidah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 23, no.3 (2024). https://doi.org/10.30743/jhk.v23i3.9736

Comments


LOGO putih.png

Jl. Raya Palembang - Prabumulih KM. 32, Indralaya Utara Kab. Ogan Ilir,
Sumatera Selatan 30662   |   alsalcunsri@gmail.com   |  +6281239282005

Copyright © 2025 Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Sriwijaya

Organized by ICT Officers ALSA LC Unsri    |   All Rights Reserved. All Systems Operational.

bottom of page