ALSA LEGAL AID #1
Pertanyaaan :
akhir-akhir kasus pelecehan di lingkup kampus kian meningkat, lalu bagaimana perlindungan hukum bagi korban serta pertanggungjawaban seperti apa yang dapat dikenakan kepada pelaku pelecehan seksual?
Jawaban :
Terima kasih SA atas pertanyaannya!
Istilah Pelecehan Seksual bukan merupakan istilah yang lumrah digunakan dalam pasal melainkan istilah Perbuatan Cabul yang digunakan di dalam KUHP. Perbuatan Cabul yang dimaksud dalam KUHP menurut R. Soesilo dalam yang tergolong dalam perbuatan cabul ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan keji yang semuanya berada dalam lingkungan nafsu birahi kelamin misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan lain sebagainya.
Dalam pengaturannya, Pelecehan Seksual tergolong tindak pidana kejahatan terhadap kesopanan yang diatur dalam KUHP yaitu
Pasal 289
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan tahun) “
Sedangkan, apabila perbuatan tersebut menimbulkan luka berat pada tubuh korban maka pelaku dapat dijatuhkan hukuman penjara paling lama 12 (dua belas tahun) penjara (Pasal 291 KUHP).
Penjeratan pidana terhadap pelaku harus memenuhi unsur subjektif (unsur kesalahan) yang terdapat Pasal 289 KUHP, sebagai berikut:
Barang Siapa;
Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan; dan
Memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul.
Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Seksual
Secara teoritis, bentuk perlindungan terhadap korban kejahatan atau korban pelecehan seksual dapat diberikan dalam berbagai cara, tergantung pada penderitaan/kerugian yang diderita oleh korban. berdasarkan uraian diatas hal yang dapat diberikan kepada korban pelecehan seksual adalah sebagai berikut:
Bantuan Hukum;
Bimbingan Konseling;
Pengobatan Medis;
Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pelecehan seksual;
Memberikan perlindungan hukum sebagai mana Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; dan
Kompensasi dan ganti rugi;
Berdasarkan Pasal 5 UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dijelaskan bahwa dalam suatu perkara, korban dan saksi dalam perkara memiliki hak untuk :
memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
memberikan keterangan tanpa tekanan;
mendapat penerjemah;
bebas dari pertanyaan yang menjerat;
mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
mendapatkan informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
dirahasiakan identitasnya;
mendapat identitas baru;
mendapat tempat kediaman sementara;
mendapat tempat kediaman baru ;
memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
mendapat nasihat hukum;
memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir; dan
mendapat pendampingan.
Pengaduan dan/atau Pelaporan Melalui Internal Kampus
Dalam lingkup kampus, merujuk pada beberapa ketentuan yang diterapkan pada kampus di Indonesia, laporan maupun pengaduan atas perbuatan pelecehan seksual dapat disampaikan melalui Layanan Pengaduan Atas Kekerasan Seksual yang tersedia pada kampus masing-masing. Hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia kini telah dilengkapi layanan pengaduan tersebut dalam rangka memberantas tindakan-tindakan pelecehan sekusal yang tejadi lingkup perguruan tinggi. Perlu diperhatikan bahwa apabila kampus anda belum atau tidak memiliki Layanan Pengaduan maka laporan maupun pengaduan yang akan dilakukan sebaiknya dilakukan langsung kepada pihak kepolisian ataupun lembaga penerima aduan kekerasan seksual lainnya dan bukan kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
Pengaduan dan/atau Pelaporan Melalui Eksternal Kampus
a. Kepolisian
Pelaporan maupun pengaduan melalui lembaga kepolisian dapat dilakukan dengan secara langsung mendatangi kantor polisi terdekat yang berada di wilayah/daerah tempat tinggal korban kemudian korban atau pihak yang berkepentingan dapat memberikan kronologi kejadian kepada pihak kepolisian yang kemudian akan diproses oleh pihak kepolisian
b. Komnas Perempuan
Laporan pengaduan kepada Komnas Perempuan dapat disampaikan secara langsung dengan cara mendatangi kantor Komnas Perempuan yang beralamat di Jl. Latuharhary 4B, Jakarta, atau dapat pula melakukan pengaduan secara online dengan cara mengirimkan berkas pengaduan melalui email pengaduan@komnasham.go.id atau fax di nomor +62-21-3903922.
c. Komnas HAM
Pengaduan melalui Komnas HAM dapat disampaikan dalam bentuk tertulis dengan memuat beberapa hal sebagai berikut :
Nama lengkap pengadu;
Alamat rumah;
Alamat surat apabila berbeda dengan alamat rumah;
Nomor telepon tempat kerja atau rumah;
Nomor faximili apabila ada;
Rincian pengaduan, yaitu apa yang terjadi, di mana, kapan, siapa yang terlibat, nama-nama saksi;
Fotocopy berbagai dokumen pendukung yang berhubungan dengan peristiwa yang diadukan;
Fotocopy identitas pengadu yang masih berlaku (KTP, SIM, Paspor);
Bukti-bukti lain yang menguatkan pengaduan;
Jika ada, institusi lain yang kepadanya telah disampaikan pengaduan serupa; Apakah sudah ada upaya hukum yang dilakukan;
Dalam hal pengaduan disampaikan oleh pihak lain, maka pengaduan harus disertai dengan persetujuan dari pihak yang merasa menjadi korban pelanggaran suatu HAM.
Apabila bahan dan keterangan telah lengkap serta telah diberi tanda tangan dan nama jelas pengadu atau kuasa hukumnya, setelah itu dapat disampaikan/dikirimkan melalui:
Secara langsung datang ke Komnas HAM
Melalui Jasa Pos atau Kurir ke Jalan Latuharhari No. 4B, Kelurahan Menteng, Jakarta Pusat 10310, Indonesia
Melalui faximili ke nomor : 021-3925227;
Melalui email ke: pengaduan@komnasham.go.id
Pengaduan maupun pelaporan juga dapat dilakukan secara online dengan mengisi berkas pada laman http://pengaduan.komnasham.go.id/home/pengaduan-online.
Korban maupun pihak yang berkepentingan juga dapat melakukan konsultasi pengaduan dengan menghubungi nomor 0812-2679-8880
Di Bawah Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak:
Layanan SAPA 129
Kemen PPPA meluncurkan layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang bekerjasama dengan PT Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom Indonesia) sebagai penyedia layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional, serta penyedia layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus dimana dibutuhkan koordinasi tingkat nasional dan internasional. Dengan mengadukannya melalui layanan pesan WhatsApp di 08111-129-129
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2A)
Pengaduan atau pelaporan mengenai perkara pelecehan seksual juga dapat dilakukan melalui lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (yang selanjutnya dikenal dengan P2TP2A) yang telah tersebar pada 33 Provinsi di Indonesia. Pengaduan melalui lembaga ini dapat dilakukan dengan menghubungi koordinator dan/atau penanggung jawab lembaga pada masing-masing wilayah/daerah asal dari korban atau dapat pula secara langsung mendatangi kantor P2TP2A yang berada di wilayah/daerah terdekat korban.
Kesimpulan
Secara peraturan perundang-undangan, tindak pidana kekerasan seksual diatur pada Pasal 289 KUHP. Sedangkan, apabila perbuatan tersebut menimbulkan luka berat pada tubuh korban maka pelaku dapat dijatuhkan pemberatan.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis di atas, Penulis menjawab pertanyaan dari SA bahwa tindak pelecahan seksual yang dilakukan oleh oknum pada ruang lingkup kampus dilarang sebagaimana diatur dalam Pasal 289 KUHP. Sedangkan mengenai hak dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual dapat dilihat pada Pasal 5 UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Untuk pendapat hukum lebih lanjut, disarankan untuk menghubungi profesional yang memiliki keahlian pada bidang tersebut*
Referensi:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
CECEP, CECEP, and Sahadi Humaedi, ‘Mengatasi dan Mencegah Tindak Kekerasan Seksual Pada Perempuan Dengan Pelatihan Asertif’ (2018) 5 (1) Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
Kemen PPPA, ‘Kemen PPPA Luncurkan Call Center SAPA 129, (Kemenpppa.go.id, 08 Maret 2019) <https://kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/308/kemen-pppa-luncurkan-call-center-sapa-129> di akses 04 oktober 2021, 19.45.
Lubis, Muhammad Ridwan, ‘Pelecehan Seksual Terhadap Anak Di Bawah Umur Dalam Persfektif Hukum Islam Dan Hukum Pidana’ (2018) 17 (3) Jurnal Hukum Kaidah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat.
Perempuan, Komnas, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan, (Komnas Perempuan 2015).
Rahmat, Diding, ‘Penyuluhan Hukum di Desa Sampora Tentang Perlindungan Hukum Korban Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan di Indonesia’ (2020) 3 (01) Empowerment: Jurnal Pengabdian Masyarakat <https://www.journal.uniku.ac.id/index.php/empowerment/article/view/2684/1801> . di akses 3 Oktober 2021, 14.00.
Samodra, F. O.W., ‘Kajian Hukum Pidana Terhadap Memaksa Anak Melakukan Perbuatan Cabul’ (Skripsi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara 2019).
Supanto, Supanto, ‘Pelecehan Seksual Sebagai Kekerasan Gender: Antisipasi Hukum Pidana’ (2004) 20 (3) Mimbar: Jurnal Sosial dan Pembangunan.
Siregar, Elizabeth, Dessy Rakhmawaty, and Zulham Adamy Siregar, ‘Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Realitas dan Hukum’ (2020) 14 (1) PROGRESIF: Jurnal Hukum.
Comments