top of page

The Position of Witness Whistleblowers and Justice Collaborators in the Criminal Justice System


by: Sayyidinaa Mustika.


English version

The whistleblower is described in English as "blowing the whistle" meaning a referee in a football match or other sport who blows the whistle to reveal the fact of a mistake or violation. In addition, the whistleblower informs the public about a scandal, danger, malpractice, corruption, or certain crimes. Justice Collaborator etymologically comes from the word justice, which means fairness and judgment, While collaborator means a friend of cooperation or cooperation. Therefore, a justice Collaborator is defined as a perpetrator of a certain crime, not the main actor. He admits his actions and is willing to be a witness in the judicial process.


In the progression, The Whistleblower practice walks with others, followed by the Justice Collaborator practice. The fundamental difference between a Whistleblower and a Justice Collaborator is discovered in the subject, where the subject complains and reveals organized crime before becoming a suspect or is often referred to as a reporting witness. At the same time, the definition of a Justice Collaborator according to the Circular Letter of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 4 of 2011 is the person concerned is one of the perpetrators of a particular crime, admits to the crime committed, is not the leading actor in the crime and provides information as a witness in the judicial process.


Whistleblower Regulation in Indonesia can be found in several regulations, such as Government Regulation 71 of 2000, which states the meaning of a whistleblower, namely a person who provides information to law enforcement or commissions regarding the occurrence of a criminal act of corruption and is not a Whistle blower. It can also be found in Law Number 13 of 2006 concerning Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), amended by Law Number 31 of 2014 concerning Witness and Victim Protection. Meanwhile, judicial collaborators can be found in the Circular Letter of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 4 of 2011 concerning the Treatment of Whistleblowers and Justice Collaborators.


In the judicial process, Whistleblower and Justice Collaborators are very important in the preliminary investigation, Prosecution, and court examination.

 

Preliminary investigation and investigation process

In this process, the whistleblower and Justice Collaborator assist the police in finding and discovering facts related to the crime both before and after the crime was committed.


Prosecution process

Whistleblowers and Justice Collaborators in the prosecution process are reliable sources of information expected to provide true information so that prosecutions with indictments made have legal force and become a strong basis for examination in court.

 

Trial Court process

Whistleblowers and Justice Collaborators in every trial of criminal cases are very important because, in addition to being instrumental in clearing up problems in the trial, their statements often influence and determine the tendency of judges' decisions. When presented as a witness at a court hearing, a Whistleblower and a Justice Collaborator, the statement will bind the judge and have the legal force of proof to determine the direction in which the judge's decision will be handed down. Whistleblowers and Justice Collaborators become necessary in the trial because they can provide information or statements they experience. They saw the incident firsthand, not statements made up or fabricated. The information submitted is a factual incident or is completely known, not false or defamatory information.



Kedudukan Alat Bukti Keterangan Saksi Whistleblower dan Justice Collaborator dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia


Indonesia version

Whistleblower dalam bahasa Inggris dapat diartikan sebagai “peniup peluit”. Hal ini disebut demikian karena sebagaimana halnya wasit dalam pertandingan sepak bola atau olahraga lainnya yang meniupkan peluit sebagai pengungkapan fakta akan adanya kesalahan atau terjadinya suatu pelanggaran. Melalui hal ini dapat dimaknai Whistleblower sebagai orang yang mengungkap fakta kepada publik mengenai sebuah skandal, bahaya, malpraktik, korupsi atau tindak pidana tertentu.


Justice Collaborator secara etimologi berasal dari kata justice yang berarti keadilan, adil, hakim. Sedangkan collaborator artinya teman kerjasama atau kerjasama. Justice Collaborator dimaknai sebagai seorang pelaku tindak pidana tertentu, tetapi bukan pelaku utama, yang mengakui perbuatannya dan bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan. Tindak Pidana yang dimaksud meliputi, korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang sifatnya terorganisir.


Dalam perkembangannya, praktik Whistleblower tidak berjalan sendirian, ia diikuti dengan praktik Justice Collaborator. Perbedaan mendasar antara Whistleblower dan Justice Collaborator terletak pada subjeknya, dimana subjek Whistleblower adalah seseorang yang mengadukan dan mengungkap tindak pidana terorganisir sebelum ia menjadi tersangka atau sering disebut sebagai saksi pelapor, sedangkan pengertian Justice Collaborator menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 adalah yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.


Pengaturan Whistleblower di Indonesia dapat dijumpai dalam beberapa peraturan seperti dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 menyebutkan tentang pengertian Whistleblower, yaitu orang yang memberi suatu informasi kepada penegak hukum atau komisi mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor. Dapat pula dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sementara itu, Justice Collaborator secara yuridis dapat ditemukan pada Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Whistleblower dan Justice Collaborator.


Dalam proses Peradilan itu sendiri Whistleblower dan Justice Collaborator memiliki eksistensi yang sangat penting baik dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan pengadilan.


Proses penyelidikan dan penyidikan

Whistleblower dan Justice Collaborator dalam proses ini ialah membantu kepolisian dalam mencari dan menemukan fakta-fakta yang berhubungan dengan kejahatan baik sebelum kejahatan dilakukan maupun sesudah kejahatan itu dilakukan.


Proses penuntutan

Whistleblower dan Justice Collaborator dalam proses penuntutan adalah sebagai sumber informasi yang terpercaya yang diharapkan dapat memberikan keterangan yang sebenarnya sehingga penuntutan dengan surat dakwaan yang dibuat memiliki kekuatan hukum dan menjadi dasar pemeriksaan yang kuat pula di sidang pengadilan.


Proses pemeriksaan pengadilan

Whistleblower dan Justice Collaborator dalam setiap persidangan perkara pidana sangat penting karena selain berjasa dalam menjernihkan permasalahan dalam persidangan keterangan mereka kerap pula mempengaruhi dan menentukan kecenderungan keputusan hakim. Seorang Whistleblower dan Justice Collaborator ketika dihadirkan sebagai saksi di sidang pengadilan, keterangannya sudah pasti akan mengikat hakim dan mempunyai kekuatan hukum pembuktian sehingga akan menentukan arah kemana keputusan hakim akan dijatuhkan. Whistleblower dan Justice Collaborator menjadi kebutuhan dalam persidangan, karena mereka dapat memberikan informasi atau keterangan yang mereka alami sendiri, mereka lihat sendiri bukan keterangan yang dibuat-buat atau direkayasa. Informasi yang disampaikan merupakan suatu peristiwa faktual atau benar-benar diketahui, bukan informasi yang bohong atau fitnah.


Source of Law

  1. Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

  3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

  4. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Whistleblower dan Justice Collaborator.

References

  1. Muhammad Rusli (2015), Pengaturan dan Urgensi Whistle Blower dan Justice Collaborator dalam Sistem Peradilan Pidana.. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 15 (2) Vol. 22:203—222.

  2. Politeknik Negeri Ketapang, 2021. Apa itu Whistleblower? (Online),(https://politap.ac.id/wbs/apa-itu-whistleblower/)

0 comments
bottom of page